BAB 4
- Hukum Perikatan
Hukum perikatan adalah
suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaanantara dua orang atau lebih
di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas
sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibathukum,
akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan
perikatan.
Di dalam hukum perikatan setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak,inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harushalal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.
Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu.
Yang dimaksud dengan
perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yangsifatnya
positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian.
Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan
perbuatan tertentu yang telahdisepakati dalam perjanjian.
- Dasar Hukum Perikatan
Sumber-sumber hukum
perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber
dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan
undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia
dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan
hukum.
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
- 1. Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
- 2. Perikatan yang timbul dari undang-undang
- 3.. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )
Sumber perikatan
berdasarkan undang-undang :
- Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
- Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
- Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
Asas-asas
Dalam Hukum Perjanjian
1. Asas kebebasan berkontrak
Setiap orang dapat mengadakan perjanjian apapun juga, baik
yang telah diatur dalam undang-undang, maupun yang belum diatur dalam
undang-undang (lihat Pasal 1338 KUHPdt).
Asas kebebasan
berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt, yang
berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
1. Membuat atau tidak membuat perjanjian;
2. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan,
dan persyaratannya;
4. Menentukan bentuk perjanjiannya apakah
tertulis atau lisan.
2. Asas Konsesualisme
Asas konsensualisme
dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPdt. Pada pasal tersebut
ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata
kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan
bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan
adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara
kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
Asas konsensualisme
muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Didalam hukum Jerman tidak
dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan
perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian
yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut secara
kontan). Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah
ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta
bawah tangan).
3. Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum
atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang
berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas
bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat
oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh
melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
Asas pacta sunt
servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt. Asas ini pada
mulanya dikenal dalam hukum gereja. Dalam hukum gereja itu disebutkan bahwa
terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan antar pihak yang melakukannya
dan dikuatkan dengan sumpah. Hal ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian
yang diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan
dengan unsur keagamaan. Namun, dalam perkembangan selanjutnya asas pacta sunt
servanda diberi arti sebagai pactum, yang berarti sepakat yang tidak perlu
dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya. Sedangkan istilah
nudus pactum sudah cukup dengan kata sepakat saja.
4. Asas Itikad Baik (Good Faith)
Asas itikad baik
tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt yang berbunyi: “Perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak,
yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak
berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para
pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi
(relative) dan itikad baik mutlak.
Pada itikad yang
pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek.
Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta
dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak)
menurut norma-norma yang objektif.
5. Asas Kepribadian (Personality)
Asas kepribadian merupakan
asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat
kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam
Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPdt.
Pasal 1315 KUHPdt
menegaskan: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau
perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa
untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan
dirinya sendiri.
Wanprestasi
dan Akibatnya
Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur.
Ada empat kategori dari
wanprestasi, yaitu :
Tidak
melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
Melaksanakan
apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan
Melakukan
apa yang dijanjikan tetapi terlambat
Melakukan
sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya
Akibat-akibat
wanprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan
wanprestasi, dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
1.
Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur ( ganti rugi )
Ganti rugi sering
diperinci meliputi tiga unsur, yakni :
Biaya adalah segala
pengeluaran atau pengongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah
satu pihak
Rugi adalah kerugian
karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibatkan oleh
kelalaian si debitor
Bunga adalah kerugian
yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh
kreditor.
2.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian
Di dalam pembatasan
tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
3.
Peralihan resiko
Adalah kewajiban untuk
memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu
pihak yang menimpa barang dan menjadi objek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237
KUH Perdata.
Hapusnya
Hukum Perikatan
Pasal 1381 secara tegas menyebutkan sepuluh cara hapusnya perikatan. Cara-cara tersebut adalah:
Pembayaran.
Penawaran pembayaran
tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan (konsignasi).
Pembaharuan utang
(novasi).
Perjumpaan utang atau
kompensasi.
Percampuran utang
(konfusio).
Pembebasan utang.
Musnahnya barang
terutang.
Batal/ pembatalan.
Berlakunya suatu syarat
batal.
Dan lewatnya waktu
(daluarsa).
Pembayaran
Pembayaran dalam arti
sempit adalah pelunasan utang oleh debitur kepada kreditur, pembayaran seperti
ini dilakukan dalam bentuk uang atau barang. Sedangkan pengertian pembayaran
dalam arti yuridis tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk jasa
seperti jasa dokter, tukang bedah, jasa tukang cukur atau guru privat.
Konsignasi
Konsignasi terjadi
apabila seorang kreditur menolak pembayaran yang dilakukan oleh debitur,
debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai atas utangnya, dan jika
kreditur masih menolak, debitur dapat menitipkan uang atau barangnya di
pengadilan.
Novasi
Novasi adalah sebuah
persetujuan, dimana suatu perikatan telah dibatalkan dan sekaligus suatu
perikatan lain harus dihidupkan, yang ditempatkan di tempat yang asli. Ada tiga
macam jalan untuk melaksanakan suatu novasi atau pembaharuan utang yakni:
1.
Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang
yang mengutangkannya, yang menggantikan utang yang lama yang dihapuskan
karenanya. Novasi ini disebut novasi objektif.
2.
Apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama,
yang oleh siberpiutang dibebaskan dari perikatannya (ini dinamakan novasi
subjektif pasif).
3.
Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru ditunjuk
untuk menggantikan kreditur lama, terhadap siapa si berutang dibebaskan dari
perikatannya (novasi subjektif aktif).
Kompensasi
Yang dimaksud dengan
kompensasi adalah penghapusan masing-masing utang dengan jalan saling
memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih antara kreditur dan debitur.
Konfusio
Konfusio adalah
percampuran kedudukan sebagai orang yang berutang dengan kedudukan sebagai
kreditur menjadi satu. Misalnya si debitur dalam suatu testamen ditunjuk
sebagai waris tunggal oleh krediturnya, atau sidebitur kawin dengan krediturnya
dalam suatu persatuan harta kawin.
Sumber :
Nama : Stephanie Tesalonika
Kelas : 2EB24NPM : 27212144
Mata Kuliah : Aspek Hukum dalam Ekonomi
Tugas : Individual
Tugas : Individual
Tidak ada komentar:
Posting Komentar